Friday, September 28, 2012

Benahi Konsep Hidup untuk tidak Membuang Sampah Sembarangan

Benahi Konsep Hidup untuk tidak Membuang Sampah Sembarangan

“Sebagai salah satu Ekspresi untuk menanggapi Masalah banjir di Kota Dili dan Sekitarnya”
Oleh: Lezzu-Malay
“Uluk be-sae too estraga sasan uma laran no ami sente paniku wainhira udan boot. Waihira udan boot akontese hau nia oan sira sempre hetan moras, susuk mak semo ba semo mai, halo ami tauk hotu. Hau baruk ona hela iha Dili, kuandu udan boot sempre fo ameasa mai ami. Baleta kuak sira sempre nakonu ho botil aquase, plastic, kaleng, no foer sira seluk,” (Ekspresaun familia ida ne’ebe vitima ba Be-sae).
Begitulah Ekspresi seorang korban banjir yang perlu dihargai keberadaanya sebagai mahkluk yang hidup disebuah lingkungan. Oleh karena itu absurd untuk mengatakan tidak tahu karena semestinya masalah lingkungan hidup adalah bagian dari ancaman hidup semua penghuni ibu kota Dili dan sekitarnya. Penulis sampai saat ini masih meragukan kepedulian terhadap semua pihak dalam menanggapi masalah Kebanjiran di ibu kota Dili. Bahkan turut kecewa terhadap para pihak pengambil kebijakan yang tidak intens dan serius mengambil solusi terbaik atas pemecahan masalah tersebut. Kekecewaan yang paling mendalam adalah sikap apatis dari pihak pengambil kebijakan yang sekedar hanya merencanakan program-program supra-infrastruktur tetapi tidak mampu mempelajari dan menanggapi dampak negatif yang bakal terjadi.
Beranjak dari masalah ini, penulis mengkaji “Benahi Konsep Hidup untuk tidak Membuang Sampah Sembarangan”. Sebagai informasi bahwa dampak banjir itu sebenarnya salah satunya berasal dari sampah. Tapi perlu dipertanyakan apakah pihak terkait sudah mengidentifikasi potensi pendukung bagi kebanjiran itu sendiri? Serta bagaimana upaya penangganan potensi pendukung masalah kebanjiran itu?
Jawabannya ada pada diri kita masing-masing, terlebih bagi pengambil keputusan yakni pemerintah Timor-Leste mengurangi ketimbang mendukung masuknya sampah potensial dari luar negeri. Oleh karena itu menurut hemat penulis bahwa untuk menanggulangi masalah banjir, perlu adanya kepedulian terhadap lingkungan yang bersih dari sampah maupun kotoran. Membiasakan diri untuk membuang sampah an-organic pada tempatnya, seperti botol plastic, kulit permen, kemasan sabun, sampo, pasta gigi, deterjen, kardus bahkan puntung rokok dan hal-hal kecil lainnya. Serta membuang sampah organic pada tempat yang layak dan memanfaatkan kembali “reuse” bahan-bahan seperti, daun pepohonan, ranting pohin, dan bahan organic lainnya sebagai bahan konstruksi tanah. Penulis yakin dengan cara simples ini layak untuk menghindari masalah lingkungan, yang nota benenya bukan hanya berakibat pada masalah banjir tetapi seperti; penyakit, racun, dan polusi yang disebabkan oleh sampah akan menjadi bahaya yang mengancam kehidupan mendatang.
Perlu disadari juga bahwa sebenarnya sumber permasalahan kebanjiran di kota Dili dan sekitarnya adalah dukungan dari banyak kalangan, seperti rumah tangga, rumah sakit, sekolah, tempat perindustrian, pertokoan atau supermarket, perkantoran atau fasilitas umum, terminal bus atau mikrolet dan lain sebagainya. Oleh karena itu perlu adanya identifikasi serta membuat kebijakan-kebijakan yang tepat-guna dan tepat sasaran bagi semua kalangan masyarakat disertai dengan pelaksanaan program penanggulangan sampah melalui:
1. Reducing (Mengurangi)
Sebisa mungkin kita mengurangi penggunaan barang, antara lain menghindari pembelian barang yang berpotensi menghasilkan banyak sampah, menghindari barang sekali pakai, menggunakan produk yang bisa di isi ulang (refill), atau mengurangi pemakaian kantong plastik dengan membawa tas sendiri saat berbelanja.
2. Reusing (Penggunaan Kembali)
Barang yang dianggap sampah potensial, sebenarnya bisa berguna untuk pemanfaatan lainnya, baik untuk fungsi yang sama maupun berbeda. Misalnya, menggunakan lagi kertas bekas untuk membungkus kado atau membuat amplop. Hal ini dapat memperpanjang umur dan waktu pemakaian barang sebelum ke tempat sampah.
3. Recycling (Mendaur Ulang)
Upaya untuk mengubah barang bekas menjadi benda lain yang lebih berguna dan layak pakai. Misalnya mengubah botol, gelas plastik, dan kaleng biskuit menjadi vas bunga.
Sebagai penutup, penulis ingin tekankan bahwa para pengambil kebijakan dalam hal ini pihak pemerintah perlu mengambil sikap yang tegas namun bersifat edukatif melalui Peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup di Timor-Leste serta upaya untuk me-reduce pemasukan barang potensi sampah serta mengaktifkan program-program komunitas peduli terhadap lingkungan hidup dan kebersihan lingkungan.
Bagi para aktifis Environmentalist maupun LSM-LSM lain yang peduli terhadap Lingkungan Hidup di Timor-Leste bahwa persoalan lingkungan hidup bukanlah sumber untuk mendapatkan profit dari donator tetapi masalah lingkungan hidup perlu dibenahi secara berkesinambungan oleh seluruh penghuni jagad Timor-Leste.
Bagi masyarakat umum dan khususnya di kota Dili, mudah-mudahan bagian dari persoalan kita mengenai Banjir di kota Dili dan sekitarnya dapat ditanggapi setelah mendapat inspirasi dari teman sekarat anda yang juga peduli terhadap lingkungan hidup, bersih dan nyaman bagi kesejahteraan hidup manusia.
“Marilah kita SELAMATKAN kota Dili sebelum Bencana besar menjemputnya!”
Penulis adalah Non-formal Academics, saat ini sebagai Anggota Kelompok Pemerhati Masalah Sosial Budaya dan Lingkungan Hidup (KALIUETE) & Redi Vida Moris Sustentavel iha Dili, Baucau no Lospalos. (Bele liga ba: lezzu_mly@yahoo.co.in ) http://www.velika08blogspot.com